Ya benar, adalah sebuah daerah Kecamatan bernama Tanggul sebagai tempat kelahiran saya, yang hingga saat ini belum pernah saya tahu dan dengar sejarah mengenai nama Tanggul, bagaimana awalnya, ceritanya, hingga disebutlah Tanggul. Namun jauh sebelum adanya nama Tanggul, juga belum ditemukan, hanya saja menurut dari cerita ke cerita para sesepuh dan pinisepuh.
Dari transkrip Negarakertagama, demikian banyak nama daerah disebutkan khususnya yang masih dalam wilayah Kabupaten Jember (Negarakertagama Pupuh XXII), namun semua terpatahkan karena memang lintasan yang dilewati menuju Sadeng melalui laut selatan memasuki daerah Kunir menuju Basini lalu Sadeng. Dan setelahnya walau ke utara, malah menuju daerah timur ke Bacok (Ambulu) dan Galagah (mungkin sekarang Glagah Wiro - Jember).
Namun, tak pupus sampai di situ, walau Bacok (dari cerita kakek beruntut dari cerita canggah saya) ternyata adalah Ambulu, setidaknya nama Tanggul jika dilihat dari arti bahasanya adalah BENDUNGAN, selain dari banyaknya bendungan yang dibangun oleh bangsa Belanda, ternyata sejarah Tanggul tak terlepas dari peristiwa banjir bandang, yang melintasi tanggul, hingga di daerah Pasar Manggisan dulunya tergerus oleh ombak air banjir hingga abrasi sampai ke Alun - Alun Tanggul, sampai pada waktunya, seorang Tokoh 'Sakti' Berbudi bernama Mbah Nur Hayyin memasang sebuah lidi penangkal yang membendung air tersebut tepat di Pasar Manggisan, yang akhirnya abrasi terhenti hingga sekarang ini.
Mbah Nur Hayyin, hingga saat ini tidak diketahui bagaimana Beliau bisa berada di Tanggul dan membantu menyelamatkan 'korban banjir bandang', namun keberadaan beliau ditandai dengan adanyah daerah yang dikeramatkan (Daerahnya bernama Kramat) di wilayah Tanggul Kulon persis dipertigaan SMPN 4 Tanggul (sebelum pintu lintasan kereta api) yang juga terdapat sebuah Makam dari Rambut dan Tongkat milik Mbah Nur Hayyin (lantas dinamakan makam Mbah Rambut).
Dari sini mungkin timbul pertanyaan, kalau itu makam rambut dan tongkat, lantas kemana jasadnya?, yups... dari penelusuran dan cerita - cerita yang ada, di Puger (Sadeng), tepatnya di Pulau Kucur, terdapat Makam yang juga dikeramatkan, dan dari sekian banyak cerita yang saya dapatkan, termasuk dari juru kunci makam itu sendiri, di makam tersebutlah jasad Mbah Nur Hayin disemayamkan. Timbullah pertanyaan dalam hati saya, karena jika tidak salah baca dan tidak salah dengar juga, bahwa Mbah Nur Hayyin memiliki nama lain yakni Mbah Tanjung atau Mbah Kucur.
Terlepas dari itu semua, yang menjadi dasar nama Tanggul, menurut saya, karena banyaknya Bendungan/Tanggul yang dibuat oleh bangsa Belanda dikala penjajahan, bukan karena atau atas dasar yang lain. Namun benar tidaknya hanya Allah Yang Maha Mengetahui dan Menghendaki.
Dari transkrip Negarakertagama, demikian banyak nama daerah disebutkan khususnya yang masih dalam wilayah Kabupaten Jember (Negarakertagama Pupuh XXII), namun semua terpatahkan karena memang lintasan yang dilewati menuju Sadeng melalui laut selatan memasuki daerah Kunir menuju Basini lalu Sadeng. Dan setelahnya walau ke utara, malah menuju daerah timur ke Bacok (Ambulu) dan Galagah (mungkin sekarang Glagah Wiro - Jember).
Namun, tak pupus sampai di situ, walau Bacok (dari cerita kakek beruntut dari cerita canggah saya) ternyata adalah Ambulu, setidaknya nama Tanggul jika dilihat dari arti bahasanya adalah BENDUNGAN, selain dari banyaknya bendungan yang dibangun oleh bangsa Belanda, ternyata sejarah Tanggul tak terlepas dari peristiwa banjir bandang, yang melintasi tanggul, hingga di daerah Pasar Manggisan dulunya tergerus oleh ombak air banjir hingga abrasi sampai ke Alun - Alun Tanggul, sampai pada waktunya, seorang Tokoh 'Sakti' Berbudi bernama Mbah Nur Hayyin memasang sebuah lidi penangkal yang membendung air tersebut tepat di Pasar Manggisan, yang akhirnya abrasi terhenti hingga sekarang ini.
Mbah Nur Hayyin, hingga saat ini tidak diketahui bagaimana Beliau bisa berada di Tanggul dan membantu menyelamatkan 'korban banjir bandang', namun keberadaan beliau ditandai dengan adanyah daerah yang dikeramatkan (Daerahnya bernama Kramat) di wilayah Tanggul Kulon persis dipertigaan SMPN 4 Tanggul (sebelum pintu lintasan kereta api) yang juga terdapat sebuah Makam dari Rambut dan Tongkat milik Mbah Nur Hayyin (lantas dinamakan makam Mbah Rambut).
Dari sini mungkin timbul pertanyaan, kalau itu makam rambut dan tongkat, lantas kemana jasadnya?, yups... dari penelusuran dan cerita - cerita yang ada, di Puger (Sadeng), tepatnya di Pulau Kucur, terdapat Makam yang juga dikeramatkan, dan dari sekian banyak cerita yang saya dapatkan, termasuk dari juru kunci makam itu sendiri, di makam tersebutlah jasad Mbah Nur Hayin disemayamkan. Timbullah pertanyaan dalam hati saya, karena jika tidak salah baca dan tidak salah dengar juga, bahwa Mbah Nur Hayyin memiliki nama lain yakni Mbah Tanjung atau Mbah Kucur.
Terlepas dari itu semua, yang menjadi dasar nama Tanggul, menurut saya, karena banyaknya Bendungan/Tanggul yang dibuat oleh bangsa Belanda dikala penjajahan, bukan karena atau atas dasar yang lain. Namun benar tidaknya hanya Allah Yang Maha Mengetahui dan Menghendaki.
Sebuah teka - teki dari daerah Tanggul, jika kita tahu bahwa Habib Sholeh bin Mukhsin Al Hamid adalah seorang wali Allah, dan Mbah Nur Hayin adalah cikal bakal Tanggul, lantas makam siapakah di sebelah barat (±100m) dari makam Habib Sholeh? sedang dari dulu hingga sekarang, oleh masyarakat sekitar dikenal sebagai makam Mbah Mataram. Dan siapa pulakah Mbah Putusan/Mbah Patah, Lembu Sekar dan Bujuk Asdiyah yang berada di Curahbamban Tanggul Wetan?